
Wali-News.com, Banda Aceh– Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama, dr. Iziddin Fadhil, MKM., AIFO-K menyuarakan agar adanya kesetaraan dan perlakuan yang adil bagi seluruh lulusan profesi kedokteran tanpa melihat asal almamater
Hal itu disampaikan oleh Iziddin Fadhil, pada Kamis (24/3/2022) dalam forum sidang Komisi B Bidang Pendidikan Kedokteran dan Continues Development Program (CPD) Muktamar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) ke XXXI
Menurut pria yang akrab disapa Dr. Raja tersebut, meskipun kesetaraan bagi semua lulusan profesi kedokteran telah diakui melalui peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 tentang tata cara pelaksanaan Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter atau dokter gigi (UKMPPD), namun saat ini dinilai belum berjalan secara optimal dan baik.
“Saat ini saya menilai masih adanya sikap yang terkesan diskriminatif dari Instansi Pemerintah, BUMN, Pihak Swasta terhadap lulusan dokter. Beberapa perguruan tinggi juga ada yang mensyaratkan status akreditasi fakultas asal calon peserta didik sebagai syarat untuk melanjutkan pendidikan dokter spesialis.” Ujar Dr Raja yang juga Wakil Sekretaris IDI Wilayah Aceh
Dr Raja menjelaskan, dalam pasal 2 poin A Permenkes No 30 Tahun 2014 tentang Uji Kompetensi Mahasiswa Profesi Dokter (UKMPPD) disebutkan “uji kompetensi diselenggarakan untuk menjamin lulusan program profesi dokter atau dokter gigi yang kompeten dan terstandar secara nasional”
Sehingga dengan Permenkes tersebut jelas setiap lulusan profesi kedokteran yang telah mengikuti dan lulus UKMPPD diakui memiliki standar nasional sebagai dokter
“Tapi bagaimana dengan lulusan dokter yang telah lulus UKMPPD, namun status akreditasi institusi asalnya masih C atau B,” tanyanya
Menurutnya, status akreditasi perguruan tinggi tidak dapat dibebankan kepada personal lulusan. Lulusan tidak punya kewenangan dan kemampuan mengubah atau meningkatkan status akreditasi institusi pendidikan karena merupakan kewajiban dari lembaga pendidikan itu sendiri sesuai parameter standar penilaian yang ditetapkan oleh Kemendikbud melalui LAM PT Kes.
“Namun jika IPK dijadikan syarat, menurut saya masih relevan. Karena IPK merupakan representative dari kemampuan akademik personal lulusan,” Ujar dokter yang saat ini sedang merampungkan pendidikan Doktoral (S3) dibidang hukum kesehatan tersebut
Sebab itu, Dr Raja mengatakan, IDI berperan penting dalam melakukan advokasi kebijakan tersebut kepada Pemerintah. Jangan sampai lulusan yang sudah diakui berkompeten dan terstandar secara nasional melalui UKPPD tetapi tidak bisa diberdayakan sebagai ASN, atau berkarir di lembaga Non ASN untuk kepentingan masyarakat hanya karena akreditasi institusi tempat pendidikannya masih berkatagori C.
Sebagai informasi, Provinsi Aceh menjadi Tuan Rumah Muktamar IDI XXXI dengan tema “Peran Strategis IDI Dalam Membangun Kemandirian dan Meningkatkan Ketahanan Bangsa” yang berlangsung di Banda Aceh dari tanggal 22-25 Maret 2022.
Dalam Perhelatan yang diselenggarakan setiap 3 tahun tersebut akan membahas isu-isu strategis dibidang kesehatan khususnya kedokteran baik secara internal organisasi maupun eksternal yang berhubungan dengan IDI
Para akademisi dan praktisi kesehatan dari semua bidang dan perhimpunan serta keseminatan juga akan membahas dan menyusun regulasi internal dan menyusun masukan yang akan diserahkan kepada pemerintah. [MM]
Editor : Muslim