
Wali-news.com, Banda Aceh-Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Kamis, 14 April 2022 melaksanakan rapat kerja dengan eksekutif dari Pemerintah Aceh.
Rapat yang berlangsung di ruang Badan Musyawarah (Banmus) Gedung Sekretariat DPRA, Jalan Tengku Daud Beureueh, Banda Aceh, juga hadir Kanwil DJP Aceh, Imanul Hakim dan Kanwil Bea dan Cukai Aceh, Safuadi.
Dalam rapat tersebut, Kanwil Bea dan Cukai Aceh Safuadi mengungkapkan, satu-satunya freeport di dunia yang tidak maju, itu Sabang.
“Jebel Ali maju. Dubai Freeport sangat maju. Shenzhen di Cina penggerak pertama ekonomi Cina. Johor Baru Special Economic Zone, penggerak Malaysia. Singapore sebenarnya Freeport satu pulau itu, perlakuannya seperti freeport. Batam maju meski tidak berkembang luar biasa,” kata Safuadi, Kamis, 14 April 2022.
Safuadi melanjutkan freeport dibuat untuk mengurangi beban capital expenditure kegiatan-kegiatan besar. “Kenapa di di Dubai maju? Karena biaya-biaya alat yang sangat mahal itu kalau sekiranya tidak diberi pembebasan, mahal sekali,” ujar Safuadi.
Itulah sebabnya jelas Safuadi, alat-alat besar dan berat itu masuk di Dubai Port “Makanya Jebel Ali menjadi port terbesar di Middle East (Timur Tengah, red), karena alat-alat yang sangat mahal itu,” kata Safuadi.
Ia menjelaskan, jika menilik Undang-Undang Nomor 37 tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas Sabang, disitu ada kegiatan, perakitan, penyortiran, kegiatan produksi. “Itu yang tidak dikerjakan di Sabang. Makanya nggak bergerak,” tegas Safuadi.
Sebut Safuadi, sebenarnya jika dibaca filosofi Sabang itu sendiri, semestinya kegiatan produktif digerakkan di Sabang. Namun hal itu justru yang tidak dikerjakan.
Sehingga ketika kegiatan yang ada pelabuhan Sabang adalah dagang semata, seperti pada tahun 1983, maka tidak akan ada perubahan.
Alasan itulah, menurut Safuadi tidak mungkin memaksa orang bertandang ke pelabuhan bebas Sabang. Terlebih hal tersebut akan membuat mereka terbeban dan bertambah biaya operasionalnya. Harusnya pelabuhan Sabang harus memiliki sesuatu yang orang lain butuhkan, sehingga pihak luar akan datang ke Sabang.
“Tetapi yang kita lakukan itu yang memang tidak dimiliki oleh mereka, maka itu yang kita fasilitasi. Satu saja,” papar Safuadi yang sekali-sekali menjelaskan dalam Bahasa Aceh, Kamis.
Kanwil Bea dan Cukai Aceh itu juga menyebutkan mengenai masalah queue (antrian, red) untuk docking kapal di dunia yang sekarang harus menunggu selama 3 bulan. Contohnya di Jepang 3 bulan, di Cina 3 bulan, hingga di California 3 bulan. Hal ini disebabkan jumlah kapal yang terus bertambah, sementara proses penyelesaian dockingnya lama.
Safuadi mendorong adanya certainty (kepastian, red) jika memang ini ingin dijalankan.
Sehingga kegiatan tradingnya (perdagang, red) akan berjalan jika pelabuhan sudah ‘hidup’. “Itu nanti seperti Jebel Ali. Makin banyak orang di situ, apa lagi orang yang aktivitas di situ bukan orang yang majornya di situ, dia pasti akan membutuhkan sesuatu yang harus kita fasilitasi,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPRA Khairil Syahrial usai mendengarkan penjelasan Kanwil Bea dan Cukai Aceh dalam rapat kerja, Kamis, 14 April 2022, mendorong adanya pengembangan yang serius terhadap pembangunan BPKS Sabang.
Menurut anggota DPRA dari Fraksi Gerindra, selama ini ketika menanyakan ke BPKS, mereka mengatakan ada beberapa kendala, terutama terhadap kepabeanan.
Tapi kenyataan tadi dalam penjelasan Bea dan Cukai Aceh, mereka mengatakan tidak ada kendala sama mereka dengan menjelaskan beberapa alasan.
“Artinya hari ini perlu kita pertemukan mereka. Akan kita buat rapat lanjutan untuk mempertemukan BPKS dan Bea dan Cukai, barang kali akan menghadirkan Lanal Sabang untuk memperjelas,” sebut Ketua Komisi III DPRA, Khairil Syahrial.(Dilansir dari CATAT.CO)