
M. Yusuf (Ist.)
Penulis: M. Yusuf*
Menganalisis dampak surat Menteri PANRB status kepegawaian di lingkungan instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah poin 6 huruf b ”menghapuskan jenis kepegawaian selain PNS dan PPPK dilingkungan instansi masing-masing dan tidak melakukan perekrutmen pengawai non-ASN” yang akan diberlakukan mulai tahun 2023 mendatang.
Namun, sebagai gantinya pemerintah mengalihkannya sebagai tenaga kerja Outsourcing. Sistem Outsourcing ini dipercaya sebagai solusi bagi banyak perusahaan terkait masalah kekurangan sumber daya manusia (SDM).
Jika mengutip pada UU Nomor 13 Tahun 2003 atau UU Ketenagakerjaan, Outsourcing adalah penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain atau sub-kon. Penyerahan pekerjaan tersebut dilakukan dengan dua mekanisme, yaitu melalui perjanjian pemborongan pekerja dan penyediaan jasa pekerja atau buruh.
Dapat kita simpulkan secara sederhana, Outsourcing adalah sebuah sistem dimana tenaga kerja yang bekerja di sebuah perusahaan atau instansi, namun secara hukum tenaga kerja tersebut berada di bawah naungan perusahaan lain, jika lebih di sederhanakan secara bahasa harian masyarakat yaitu ada pekerjaan tambahan dipangil selesai pekerjaan di suruh pulan, dalam istilah rumornya (habis manis sepah dibuang).
Penulis menilai dalam pemberlakuan sistem Outsourcing ini belum bisa di terapkan di Indonesia secara masif di intansi pemerintah maupun perusahaan. Karena dalam sistem kerja Outsourcing dalam pasal 66 ayat (1) UU Nomor 13 tahun 2003 yang berbunyi “pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi”.
Bahwa secara tidak langung sistem ini membatasi peran dan fungsi sebagai pekerja, tadinya melalui tenaga honorer dapat mengerjakan pekerjaan utama dan mendapatkan setatus hukum yang jelas. Belum lagi para honorer yang sudah beranjak usia tidak muda lagi di paksa untuk bersaing dengan para usia anak muda yang penuh dengan rasa semangat, kreatifitas, sudah tentu akan mengalami kesulitan bersaing di tengah teknologi yang kian canggih society 5.0.
Dengan demikian penghapusan tenaga honorer yang beralih ke pekerja Outsourcing bukan memberikan dampak positif terhadap negara dalam persoalan penganguran, hal ini justru akan mempersulit negara dalam mengentaskan penganguran yang jumlahnya berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2021 adalah sebesar 9,10 juta. Dan jumlah tenaga honorer berdasarkan dari data Kemenpan RB per Juni 2021 adalah sebesar 410.010 ribu orang di luar dari honorer guru yang mencapai 728.461 ribu/ 22% dari jumlah seluruh guru di Indonesia berdasrka sumber data DAPODIK.
Maka jika kita tambahkan jumlahnya 410.010 + 728.461 = 1.138.471 Juta orang akan mengalami pengangguran di tahun 2023. Secara tidak langsung juga bisa mempengaruhi tingkat laju pertumbuhan ekonomi Indonesia di kemudian yang mana hari ini kian membaik pasca di hantam pandemi covid 19, pada kuartal 1/ 2022 sebesar 5,01 %.
*Penulis merupakan Ketua HMI Cab. Babel