
Andri Yanto (Ist.)
Pangkalpinang, Wali-News.com—Wacana perpindahan Ibu Kota Negara di Kalimantan Timur yang dituangkan dalam RUU Nomor 3 tahun 2022 tentang Ibu kota Negara. Ketum DPM KM FH UBB, Andri yanto menilai bahwa UU tersebut memiliki indikasi cacat formil karena dibuat dalam tempo yang relatif singkat oleh DPR.
“Perpindahan ibu kota negara membutuhkan banyak dana anggaran, 467 triliun dalam rilis Bappenas. Semestinya, kebijakan dengan alokasi sebesar itu harus dikaji dengan hati-hati, matang, dan inklusif. Terlebih saat ini, skema pendanaan IKN belum jelas, dan penggunaan APBN dibatasi maksimal hanya 20%.” Ujar Andri
Pemerintah telah memastikan bahwa pembangunan IKN tidak menggunakan dana APBN lebih dari 20%, namun tidak menutup kemungkinan penggunaanya bisa lebih besar, karena belum tetapya skema pendanaan lain. Setelah dimulai, megaproyek IKN harus terus ‘disuplai’ dan diteruskan pembangunannya, dengan atau tanpa dana non-APBN agar tidak mangkrak.
“Megaproyek IKN adalah langkah yang serius, menyangkut sendi-sendi stabilitas nasional dan keberlanjutan pembangunan. Sebisa mungkin, orientasi pembangunan adalah kepentingan rakyat, melibatkan masyarakat, jangan sampai terjebak kepentingan politik tertentu sehingga ‘grusa-grusu’ mengambil langkah. Hati-hati.” lanjut Andri
Selain itu dalam pemrosesan pembangunan IKN ditemukan beberapa permasalahan yang belum diselesaikan antara lain rancangan anggaran, pembebasan lahan, konsesi tambang, dan berbagai kelengkapan lainya.
“Selaku bagian akademisi hukum kami berharap dalam proses pembangunan IKN pemerintah dapat melibatkan masyarakat dalam perencanaan, terbukanya transparansi rencana dalam skema pandanaan dan keuangan, dan kehati-hatian dalam mengeluarkan public statement. Mengingat pembangunan IKN merupakan proyek nasional yang sangat besar, langkah mensukseskanya juga harus sepadan, terukur, dan memprioritaskan kepentingan rakyat, terlebih disaat pandemi ini.” tutup Andri. (RA/WN)