
Zakaria Vikri (Ist.)
Oleh : Zakaria Vikri*
Pernikahan diambil dari kata nikah yang artinya suatu akad perkawinan yang dilakukan berbdasarkan dengan aturan-aturan hukum di Indonesia serta ajaran agama masing-masing. Pernikahan menurut penulis merupakan moment sakral yang dilakukan oleh dua insan yang berbeda (jenis kelamin) serta cakap hukum yang disatukan dalam satu ikatan pernikahan yang menjadikan hubungan menjadi halal dan legal menurut hukum yang berlaku.
Dalam pernikahan tentunya memiliki syarat-syarat tertentu yang harus di penuhi oleh para calon mempelai agar pernikahan mereka di akui oleh negara dan sah menurut agama. Fenomena pernikahan dini yang terjadi pada masyarakat terutama masyarakat yang berdomisili jauh dari perkotaan hingga sekarang masih marak terjadi. Faktor yang mendasari hal ini seringkali menyangkut faktor ekonomi / pola fikir masyarakat yang belum maju. Resiko dari pernikahan anak usia dini disebutkan membawa dampak buruk karena bisa meningkatkan risiko stunting, perceraian, hingga masalah kesehatan seperti kanker mulut rahim dan osteoporosis.
Dalam hukum pernikahan di Indonesia sebelumnya, pemerintah hanya mengatur batas usia minimal perempuan untuk menikah yakni 16 tahun. Aturan tersebut tertulis dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan . Kemudian, UU tersebut direvisi menjadi UU Nomor 16 Tahun 2019 yang berlaku sejak 15 Oktober 2019 sampai sekarang. dalam aturan baru tersebut, menyebut bahwa usia minimal untuk menikah adalah 19 tahun baik untuk perempuan maupun laki-laki.
Dalam hal ini timbul pertanyaan dengan masih maraknya pernikahan dini yang terjadi di kalangan masyarakat bagaimana hukum mengatur tentang pernikahan dini ?
Patut diperhatikan, mengenai batas usia minimal seseorang di perbolehkan sah secara hukum menikah di atur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 yang menyebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun.
dapat disimpulkan bahwa dalam pernikahan dini yang dimana calon suami/istrinya di bawah 19 tahun jelas secara hukum pada dasarnya tidak dibolehkan oleh undang-undang. Selain itu, bila calon mempelai wanita belum mencapai usia 21 tahun, ia harus mendapatkan izin kedua orang tua agar dapat melangsungkan pernikahan.
Meski pada dasarnya tidak dibolehkan, berdasarkan Pasal 7 ayat (2) UU 16/2019 masih dimungkinkan adanya penyimpangan terhadap ketentuan umur 19 tahun yang di sebutkan dalam undang-undang. Hal ini bisa di lakukan dengan cara orang tua pihak pria atau wanita meminta dispensasi kepada pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup.
Jika mengacu pada sanksi pernikahan dini dalam UU Perkawinan maupun UU Perlindungan Anak, tidak tertera sanksi jika terjadi pernikahan di bawah umur ini. Anak dan sekaligus orang tua sebenarnya sudah jelas dalam UU Perlindungan Anak wajib mencegah terjadinya perkawinan. Pernikahan dini ini juga lumrah terjadi karena ditambah lagi dengan sering dijumpainya pejabat pencatat akta nikah yang sengaja mrmalsukan umur atau mengatrol umur,
Menurut penulis sendiri permasalahan pernikahan dini sangat perlu perhatian dari pihak pemerintah dikarenakan pernikahan dini dapat menyebabkan menurunnya kualitas sumber daya manusia yang ada di Indonesia dan bisa menyebabkan banyak permasalahan-permasalahan baru yang timbul akibat pernikahan dini tersebut seperti perceraian. Maka menurut penulis sudah seharusnya pemerintah mengatur dengan tegas sanksi pernikahan dini dengan merevisi undang-undang terkait / membuat aturan perihal sanksi pernikahan dini agar menjadi efek jera pagi orang tua yang dengan sengaja menihkan anaknya perihal suatu hal yang bukan menyangkut masa depan anak tersebut.
*Penulis merupakan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung dan anggota DPC Permahi Babel