
Penulis: Khairulsyah*
Memasuki dunia perkuliahan terkadang bukanlah suatu hal yang mudah bagi sebagian mahasiswa. Padatnya jadwal kuliah, serta menumpuknya tugas perkuliahan, dan situasi lingkungan yang baru, belum lagi sebagian mahasiswa memilih kuliah sambil bekerja, terkadang cenderung menjadi beban mental sendiri bagi seorang mahasiswa.
Menurut penelitian yang dikutip dari Everyday Health mengatakan bahwa 27 persen anak kuliahan rentan sekali mengalami gangguan mental seperti depresi. Terlebih lagi aktivitas perkuliahan dimasa pandemi juga mempengaruhi kualitas karakter individu dari seorang mahasiswa.
Krisis ide dan gagasan yang dialami mahasiswa merupakan suatu penyakit yang harus di obati. Terutama mahasiswa di Prov. Bangka Belitung yang memiliki masalah sendiri terkait kualitas karakter yang berbeda sangat jauh dengan mahasiswa yang berkuliah dan aktif di organisasi di luar wilayah Bangka Belitung. Budaya mahasiswa yang sangat anti terhadap membaca dan sebagian masih anti terhadap organisasi, diiringi dengan budaya orang Bangka Belitung “Dak kawa nyusah” (Tidak mau ribet) menjadi masalah besar terkait kualitas SDM di Bangka Belitung kedepannya.
Terlebih lagi selama masa perkuliahan daring selama pandemi, berdampak sangat besar bagi mental mahasiswa. Yang dimana seharusnya duduk dibangku perkuliahan mahasiswa bebas mengungkapkan pendapat pada saat presentasi dikelas secara virtual. Sangat berbanding jauh dengan perkuliahan daring. Mahasiswa harus memiliki menntal driver yakni dimana mahasiswa dapat mengemudikan “kendaraan” menuju titik tertentu, memiliki arah dan mutlak harus tau jalan yang benar. Bukan sebagai mental passenger atau mental “penumpang”.
Bagaimana cara kita melawan rasa “Dak kawa nyusah” yang sudah mengakar dan menjadi budaya di kalangan mahasiswa di Bangka Belitung? Yakni dengan mengasah soft skill yang bisa didapatkan ketika aktif di perkuliahan dan organisasi kemahasiswaan. Saya bisa berbicara di depan publik tanpa rasa takut dan malu itu saya dapatkan ketika saya ikut aktif di salah satu organisasi kemahasiswaan yakni HMI (Himpunan Mahasiswa Islam)
Salah satu cara untuk merubah mindset mahasiswa di Bangka Belitung yang “Dak kawa nyusah” terlebih mahasiswa angkatan pandemi yang sama sekali masih buta akan dunia perkuliahan. Solusinya adalah dengan ikut berpartisipasi di organisasi kemahasiswaan. Menjadi kader yang berkualitas insan cita akademis dan memiliki loyalitas yang tinggi terhadap organisasi. Berproses sebagaimana mahasiswa yang memiliki semangat juang yang tinggi dan tidak dibodohi oleh perkembangan teknologi.
Ada banyak sekali manfaat ketika mahasiswa ikut berproses dan aktif di organisasi kemahasiswaan. Pertama, mengasah soft skill dan membentuk karakter sebagai seorang pemimpin (Leadership) yang tidak bisa didapatkan ketika hanya sibuk dengan dunia perkuliahan. Kedua, memperluas relasi baru ataupun networking sesama teman di organisasi. Ketiga, membangun mental yang kuat dan kerja sama tim yang baik antar sesama anggota organisasi. Keempat, menambah wawasan serta meningkatkan kemampuan berkomunikasi dengan baik dan mengasah kemamapuan sosial. Kelima, poblem solving dan manajemen konflik.
Sebagai agent of change mahasiswa harus change ke arah yang benar. Dengan mengoptimalkan seluruh potensi diri demi meraih masa depan yang lebih baik. Masa menjadi mahasiswa adalah tahapan proses merubah pola pikir dan memperbanyak relasi untuk kedepannya. Dengan menikmati proses menjadi mahasiswa yang aktif di perkuliahan dan organisasi”
Setelah kalian tau ada banyak sekali manfaat ketika mahasiswa ikut berperan dan berproses di organisasi, dan sekarang mulai berfikir bahwa berorganisasi di kalanganan mahasiswa sangat penting, apakah sekarang tertarik untuk ikut berpartisipasi di organisasi? Jawabannya tergantung individu masing-masing dalam menilainya.
*Penulis merupakan Ketua Bidang PTKP Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bangka Belitung.