
Saripudin Tanjung (Ist.)
Penulis: Saripudin Tanjung*
Tahapan proses revisi Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU P3) terus bergulir, dilansir dari situs dpr.go.id berkaitan dengan RUU usalan Komisi atau Badan Legislasi (Baleg) yang masuk jalur Non-Prolegnas ini diusulkan pada tanggal 2 Februari 2022. Diketahui bahwa pada 7 April 2022 Baleg DPR RI mengelar rapat kerja sama dengan Pemerintah, membahas RUU Perubahan Kedua atas UU P3 tersebut. Baleg DPR menargetkan pembahasan revisi UU P3 selesai sebelum masa persidangan DPR saat ini yang berakhir pada Kamis, 14 April 2022. Namun, berdasarkan informasi terbaru bahwa pengesahan revisi UU P3 ini ditunda Kamis kemarin, DPR pun memutuskan untuk membahasnya setelah masa reses yang akan dimulai pada 15 April hingga 16 Mei 2022.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terus mengebut proses revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan ini. Melihat pergulatan dalam proses Revisi UU P3 yang tidak seharusnya dilakukan secara sporadis dan tergesa-gesa hanya karena ingin memberikan justifikasi bagi metode omnibus terhadap UU Cipta Kerja. Karena semestinya revisi UU P3 dilakukan secara hati-hati dengan semangat perbaikan peraturan perundang-undangan.
Jangan sampai kesalahan yang sama terulang seperti pada proses penyususanan UU Cipta Kerja dan Revisi UU KPK yang menciderai Partisipasi Masyarakat. Apabila ditelaah kembali bahwa pertimbangan Hakim Mahkamah Konstitusi pada putusanya nomor 91/PUU-XVIII/2020, UU Cipta Kerja diputuskan hakim MK Inkonstituisonal bersyarat karena dalam proses pembentukanya tidak memenuhi unsur keterbukaan dan minim partisipasi publik dengan kata lain bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan. Revisi UU P3 seharusnya tidak ditujukan sebatas formalitas untuk menjalankan Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020. Revisi UU P3 semestinya dilihat sebagai upaya perbaikan tata kelola regulasi secara menyeluruh sesuai dengan kebutuhan pembentukan hukum saat ini.
Menurut hemat penulis masih ada waktu untuk sebaiknya DPR dan Pemerintah mengatur kembali langkahnya serta mereformulasi tujuan utama dalam merevisi UU P3, momentum perubahan UU P3 harus mampu mengakomodir secara menyeluruh permasalahan berkaitan dengan pembentukan peraturan perundang-undangan di negeri ini. Cukup sekali publik melihat proses legislasi yang bisa dikatakan tidak taat asas peraturan perundang-undangan dan tidak untuk kedua kalinya melihat DPR dan Pemerintah jatuh pada lubang yang sama dalam proses pembentukan undang-undang.
Kegagalan memaknai asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan terutama asas keterbukaan dan partisipasi publik seperti pada UU Cipta Kerja, seharusnya dijadikan pengingat bagi pembuat undang-undang untuk memperhatikan asas keterbukaan dan partisipasi publik dalam proses legislasi. Karena sejatinya pembentukan hukum harus sesuai dan mampu memenuhi kebutuhan hukum masyarakat, sehingga diharapkan bisa mencapai tujuan dari hukum itu sendiri yakni, kepastian, kemanfaatan, dan keadilan bagi masyarakat.
*Penulis merupakan Ketua DPC Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) Babel.